MAKALAH PENGANTAR STUDI ISLAM (Berbagai Pendekatan Konteks Studi Islam)

 

MAKALAH

PENGANTAR STUDI ISLAM

(Berbagai Pendekatan Konteks Studi Islam)

 

Dosen : Noor Efendy, SHI, MH

Mata Kuliah: Pengantar Studi Islam

 

 

 

Disusun Oleh :

 

 


 

 

 Kelompok 8

Elma Hedayah            (2022110881)

Nisa Aulia                   (2022110888)

 

 

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUL ULUM KANDANGAN

TAHUN 2022/2023

 

 

 

 

                        KATA PENGANTAR         

 

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

  Alhamdulillah segala puji bagi Allah Swt, yang telah melimpahkan seluruh karuniannya sehingga kita diberikan kesehatan jasmani maupun rohani sehingga makalah Pengantar Studi Islam ini bisa terselesaikan tepat waktu.

  Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada teladan kita Nabi Muhammad SAW yang telah menynjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempurna dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.

  Semoga dengan tersusun nya makalah ini dapat memberikan pemahaman tentang apa itu Pengantar Studi Islam dan apa apa yang terkandung di dalamnya.

  Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Karena itu kami mengharapkan saran dan kritik demi perbaikan makalah untuk kedepannya, harapan kami semoga makalah ini bermanfaat dan memenuhi harapan berbagai pihak.

  Terimakasih kami uapkan wabillahi taufiq wal hidayah summassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

 

 

 

 

Kandangan, September 2022

 

 

 

 

Kelompok 8

 

 

                                DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR. 2

DAFTAR ISI 3

BAB 1. 4

PENDAHULUAN.. 4

1.1 Latar Belakang. 4

1.2 RUMUSAN MASALAH.. 5

1.3 TUJUAN.. 5

BAB 2. 6

PEMBAHASAN.. 6

A. Pengertian pendekatan studi islam.. 6

B. Pendekatan Teologis. 6

C. Pendekatan Yuridis. 9

D. Pendekatan Psikologis. 9

E. Pendekatan Historis. 11

F. Pendekatan Antropologis. 12

G. Pendekatan Sosiologis. 13

H. Pendekatan Filosofis. 14

I. Pendekatan Fenomenologis. 17

BAB 3. 18

PENUTUP. 18

1.4 .Kesimpulan. 18

1.5 Kritik Dan Saran. 19

DAFTAR PUSTAKA.. 20

 


                                        BAB 1

                               PENDAHULUAN

 

1.1 Latar Belakang

  Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia,sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya, Al-qur’an dan Hadist tampak amat ideal dan agung. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial,menghargai waktu,bersikap terbuka,demokratis,berorientasi pada kualitas,egaliter kemitraan,anti-feodalistik,mencintai kebersihan,mengutamakan persaudaraan,berakhlak mulia dan bersikap positif lainnya.

  Dewasa ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif di dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya sekedar menjadi lambang kesalehan atau berhenti sekedar disampaikan dalam khotbah, melainkan secara konsepsional menunjukkan cara cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah.

  Dalam memahami agama banya pendekatan yang dilakukan. Hal demikian perlu dilakukan,karena pendekatan tersebut kehadiran agama secara fungsional dapat dirasakan oleh penganutnya. Berbagai pendekatan tersebut meliputi pendekatan teologis,normative,antropologis,sosiologis,psikologis,historis,dan pendekatan filosofis,serta pendekatan-pendekatan lainnya. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan disini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya dugunakan dalam memahami agama.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

1.2 RUMUSAN MASALAH

a. Apa pengertian pendektan studi islam?

b. Apa yang diamksud dengan pendekatan Teologis?

c. Apa yang dimaksud dengan pendekatan Yuridis?

d. Apa yang diamksud dengan pendekatan Psikologis?

e. Apa yang diamksud dengan pendekatan Historis?

f. Apa yang diamksud dengan pendekatan Antropologis?

g. Apa yang dimaksud dengan pendekatan Sosiologis?

h. Apa yang diamksud dengan pendekatan Filosofis?

i. Apa yang dimaksud dengan pendekatan Fenomenologis?

 

1.3 TUJUAN

a. Untuk mengetahui pengertian pendekatan studi islam?

b. Agar dapat mengetahui tentang pendekatan Teologis?

c. Agar dapat mengetahui tentang pendekatan Yuridis?

d. Agar dapat mengetahui tentang pendekatan Psikologis?

e. Agar dapat mengetahui tentang pendekatan Historis?

f. Agar dapat mengetahui tentang pendekatan Antropologis?

g. Agar dapat mengetahui tentang pendekatan Sosiologis?

h. Agar dapat mengetahui tentang pendekatan Filosofis?

i. Agar dapat mengetahui tentang pendekatan Fenomenologis?

 

 

 

 

 

 

 

BAB 2

PEMBAHASAN

A. Pengertian pendekatan studi islam

            Istilah studi islam dalam bahasa inggris adalah islamic studies,dan dalam bahasa Arab adalah Dirasat al-islamiyah. Ditinjau dari sisi pengertian,studi islam secara sederhana dimaknai sebagai “kajian islam”. Pengertian studi islam sebagai kajian islam sesungguhnya memiliki cakupan makna dan pengertian yang luas. Hal ini wajar adanya sebab sebuah istilah akan memiliki makna tergantung kepada mereka yang menafsirkanya. Selain itu,kata studi islam sendiri merupakan gabungan dari dua kata, yaitu kata studi dan kata islam. Kata studi memiliki berbagai pengertian. Rumusan Lester Crow dan Alice Crow menyebutkan bahwa studi adalah kegiatan yang secara sengaja diusahakan dengan maksud untuk memperoleh ketenangan,mencapai pemahaman yang lebih besar, atau meningkatkan suatu keterampilan. Sementara kata islam sendiri memiliki arti dan makna yang jauh lebih kompleks. Kata islam berasal dari kata Aslama yang berati patuh dan berserah diri. Kata ini berakar pada kata slim yang berarti selamat,sejahtera,dan damai.[1]

B. Pendekatan Teologis

             Dalam Islam, teologi dikenal dengan istilah ilmu kalam yang telah tumbuh lebih dahulu daripada filsafat di dunia Islam." Teologis adalah pendekatan yang normatif dan subjektif terhadap agama. Pada umumnya pendekatan ini dilakukan dari dan oleh penganut suatu agama dalam usahanya menyelidiki agama lain. Oleh karena itu, pendekatan ini dapat pula disebut pendekatan atau metode tekstual, atau pendekatan kitab." dan ia selalu menampakkan sifatnya yang apologis dan deduktif." Secara harfiah, Sayyid Husein Afandi Al-Jisr At-Tarabalisa mengatakan bahwa pendekatan teologis normatif dalam memahami agama dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka ilmu ketahanan yang bertolak dari suatu keyaki bahwa wujud empiris dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan yang lainnya. Manfaatnya adale mengetahui sifat-sifat Allah SWT. dan Rasul-Nya dengan bukti bus yang konkret, yang pada akhirnya mendapatkan kebahagiaan dan keselamatan yang abadi.

Berkenaan dengan hal ini, tidak heran jika Amin Abdullah me ngatakan bahwa pendekatan teologis harus mengacu pada agama tertentu. Ciri-ciri yang melekat pada bentuk pemikiran teologis, yaitu loyalitas terhadap kelompoknya, komitmen, dan dedikasi yang tingg serta penggunaan bahasa yang bersifat subjektif, yaitu bahasa sebag pelaku bukan sebagai pengamat." Jika diteliti lebih mendalam, dalam internal umat beragama tertentu pun masih dapat dijumpai berbaga paham atau sekte keagamaan. Dalam Islam pun dapat dijumpai teolog Mu'tarilah Asy'ariyah, Maturidiyah, Khawarij, Syi'ah, dan Murji’ah.

            Dalam sejarah intelektual Barat, hubungan antara teologi dan studi agama dan keagamaan memiliki tiga model dominan. Pertam model humanitas (humanity). Orang Yunani menyebutnya puide Tik tekannya pada literatur dan manusia, filsafat, sejarah, etika, geografi dan bahasa Kohut, model yang membahas gagasan transenden Fokusnya adalah memediasikan keyakinan atau intensionalitas dalam teologi. Ketiga, model formulasi doktrinal. Pentingnya dalam melibat contoh-contoh khusus dari pendekatan teologis dalam studi agama yaitu teologi agama-agama (theology of religions), teologi-teologi agama (theologies of religion), teologi agama (theology of religion), dan telep global agama-agama (globel theology of religions).

            Menurut pengamatan Sayyed Hosen Nast, seperti yang kutip oleh Abuddin Nata, pada era kontemporer ini ada ent prototip pemikiran keagamaan Islam, yaitu pemikiran keagaman

"Berdasarkan pemikiran tersebut, dapat diketahui bahwa pendekatan teologi dalam pemahaman keagamaan adalah pendekatanyang menekankan pada bentuk formal atau simbol-simbol keagamaan yang masing-masing bentuk formal atau simbol-simbol keagamaan tersebut mengklaim dirinya sebagai yang paling benar, sedangkan yang lainnya salah. Ia memandang bahwa paham orang lain itu keliru. Sesat, kafir, murtad, dan seterusnya. Demikian pula, paham yang di tuduh keliru, sesat, dan kafir itu pun menuduh kepada lawannya sebagai paham yang sesat dan kafir. Dalam keadaan demikian, terjadilah proses saling mengafirkan, menyalahkan, dan seterusnya. Antara satu aliran dan aliran lainnya tidak terbuka dialog atau saling menghargai karma yang ada hanyalah ketertutupan (eksklusivisme) sehingga terjadi pemisahan dan perkotak-kotakan.

            Dalam studi agama, pendekatan teologi diharapkan mampu memahami daripada hanya menerima posisi (confessional) tradisi yang sedang dikaji, yang memasukkan posisi subjektivitas peneliti dalam tradisi tersebut agar dapat memahami dunia dalam aspek yang lain (the order), dan melalui cingulung, yaitu saat seorang peneliti berempati pada pandangan dunia yang lain dengan memosisikan diri sebagian dari dalam (insider). Dengan cara ini ia tidak akan langsung menerima pandangan orang lain, tanpa didasari keimanan

            Lebih lanjut, Amin Abdullah mengatakan bahwa pendekatan teologi semata-mata tidak dapat memecahkan masalah esensial pluralitas agama saat ini. Terlebih lagi, jika melihat kenyataan bahwa doktrin teologi pada dasarnya tidak pernah berdiri sendiri, terlepas dari jaringan institusi atau kelembagaan sosial kemasyarakatan yang mendukung keberadaannya. Kepentingan ekonomi, sosial, politik, dan pertahanan selalu menyertai pemikiran teologis yang telah mengelompok dan mengkristal dalam satu komunitas masyarakat tertentu. Bercampuraduknya doktrin teologi dengan historisitas Institusi sosial kemasyarakatan yang menyertai dan mendukungnya menambah peliknya persoalan yang dihadapi umat beragama. Namun justru keterlibatan institusi dan pranata sosial kemasyarakatan dalam wilayah keberagamaan manusia itulah yang menjadi bahan subur bagi peneliti agama. Dari sana, muncul terobosan baru untuk melihat pemikiran teologi yang termanifestasikan dalam "budaya" tertentu secara lebih objektif melalui pengamatan empiris faktual, serta pranata pranata sosial kemasyarakatan yang mendukung keberadaannya"

            Berkenaan dengan hal tersebut, saat ini muncul istilah teologi masa kritis, usaha manusia untuk memahami penghayatan imannya atau penghayatan agamanya; penafsiran atas sumber-sumber aslinya dan tradisinya dalam konteks permasalahan masa kini, yaitu teologi yang bergerak antara dua kutub, yaitu teks dan situasi, masa lampau dan masa kini. Hal tersebut harus ada dalam setiap agama meskipun bentuk dan fungsi yang berbeda-beda."

            Selain itu, teologi kritis bersikap kritis pula terhadap lingkung annya. Hal ini hanya dapat terjadi jika agama terbuka juga terhadap ilmu-ilmu sosial dan memanfaatkan ilmu tersebut bagi pengembang an teologinya. Melalui ilmu-ilma sosial itu kita dapat memperoleh gambaran mengenai situasi yang ada. Melalui analisis ini kita dapat mengetahui berbagai faktor yang menghambat ataupun yang men dukung realisati keadilan sosial dan emansipasi. Dengan kata lain, ilmu-ilmu sosial membantu kita untuk mengkaji akar ketidakadilan dan kemakirun Oleh sebab itu, ada beberapa kalangan menyebut teologi kepedulian sosial itu teologi transformatif"

            Menarik untuk dikemukakan di sini pandangan Komaruddin Hidayat tentang ekslusivisme teologis. Menurutnya, sikap ekslusivisme teologis dalam memandang perbedaan dan pluralitas agama tidak hanya merugikan agama lain, tetapi juga merugikan diri sen diri. Hal itu disebabkan sikap semacam itu mempersempit hag masuknya kebenaran baru yang dapat membuat hidup ini lebih lapang dan lebih kaya dengan nuansa. Kita tidak bisa mengingkan adanya kemungkinan bahwa dalam perkembangannya sebuah agama segala deviasi atau penyimpangan dalam hal doktrin dan praktiknya. Namun, arogansi telogis memandang agama lain sebagai sesat sehingga harus dilakukan pertobatan,dan jika tidak berarti pasti masuk neraka. Hal ini merupakan sikap yang menjauhkan dari stan sikap keberagamaan yang serbakasih dan santan dalam ngajak pada jalan kebenaran Arogansi teologis ini terjadi tidak hanya pada pemeluk agama lain, tetapi juga terjadi secara internal dalam komunitas seagama, baik dalam Yahudi, Kristen, maupun Islam Sejah membuktikan kepada kita kerasnya bentrokan yang jada antara suatu aliran teologi dan aliran lain. Bentrokan ini se makan sera ketika yang muncul dan mengendalikan isu secara kuat adalah kepentingan.[2]

C. Pendekatan Yuridis

            Yuridis adalah hukum,jadi yang diamksud dengan pendekatan yuridis adalah pemahaman agama islam secara hukum menurut islam. Hukum yang diapakai umat islam adalah berdasarkan Al-Qur’an dan Wahyu yang diturukan Allah kepada Nabi. Islam mengajarkan manusia untuk mentaati peraturan, sedangkan peraturan merupakan hukum itu sendiri. Dalam pelaksaannya manusia kurang menyadari bahwa pendekatan yuridis sudah dialami oleh para Nabi. Islam adalah agama segala persoalan dikembalikan kepada Nabi untuk menyelesaikan setiap masalah yang ada. Karena Nabi merupkan sumber hukum. Secara tekstual pembuat hukum adalah Nabi, tetapi secara kontekstual pembuat hukum adalah Allah, karena hukum yang dikeluarkan oleh Nabi bersumber pada wahyu Allah, Nabi sebenarnya bertugas menyampaikan dan melaksanakan hukum yang ditentukan oleh Allah. Sumber hukum yang ditinggalkan Nabi untuk umatnya setelah zamanya Al-Qur’an.[3]

D. Pendekatan Psikologis

            Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku yang merupakan manivestasi atau penjelmaan bahwa perilaku seseorang yang nampak lahiriyah terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya. Seseorang ketika berjumpa saling mengucapkan salam,hormat kepada kedua orang tua, hormat kepada guru,menutup aurat,rela berkorban untuk kebenaran dan sebagainya adalah merupakan gejala-gejala keagamaan yang dapat dijelaskan

benar tidaknya suatu agama yang dianut seseorang,melainkan yang dipentingkan adalah bagaimana keyakinan agama tersebut terlihat pengaruhnya dalam perilaku penganutnya. Dengan ilmu jiwa agama ini seseorang selain akan mengetahui tingkat keberagaman yang dihayati,dipahami,dan diamalkan seseorang,juga dapat diguanakan sebagai alat untuk memasukkan agama kedalam jiwa seseorang sesuai tingkatan usianya. Dengan ilmu ini agam akan menemukan cara yang tepat dan cocok untuk menanamkannya.[4]

            Pada beberapa ilmuwan di bidang psikologi tidak banyak berbeda dalam pengkajian dan pembahasan dalam mendefenisikan ilmu psikologi. Seorang Psikolog, Lahey memberikan defenisi “psychology is the scientific study of behavior and mental proceses” (psikologi adalah kajian ilmiah tentang tingkah laku dan proses mental).

            Tingkah-laku adalah kegiatan yang dapat diamati, sedangkan proses mental /jiwa didalamnya mencakup pikiran, insting, perasaan juga motovasi dan yang lainnya berkaitan dengan Tingkah-laku, cara bertindak, pengaturan emosi. Dengan kata lain, Materi objek formal psikologi adalah kejiwaan manusia. Karena kejiwaan manusia tidak dapat diamati secara langsung, karena kejiwaan adalah suatu bentuk rasa yang tidak dapat terlihat oleh mata. maka objek materilnya adalah sikap dan tingkah-laku manusia yang merupakan cermin atau perwujudan dari kejiwaan manusia itu sendiri. Aspek-aspek yang sangat mempengaruhi kejiwaan manusia, diantaranya adalah agama. Mayoritas dari manusia menganut agama sebagai kebutuhannya yang dijalankan melalui pelaksanaan ibadah, dimana masing-masing agama berbeda dalam tata cara pelaksanaannya. Jika diamati sangat besar pengaruh agama terhadap kejiwaan manusia, dan tingkat kepopuleran dan ketergantuangan manusia terhadap agama di kalangan manusia atau masyarakat, sehingga kepopuleran dan ketergantuangan manusia/masyarakat melahirkan pengetahuan tentang psikologi agama. Psikologi agama adalah ilmu yang membahas kehidupan manusia dalam yang beragama pada manusia dari pengaruh keyakinan agama tersebut dalam sikap dan cara berpikir serta keadaan hidup pada umumnya ditengah-tengah masyarakat.

            Ilmu Psikologi agama tidak hanya terhenti pembahasannya pada hal tersebut. Disamping itu psikologi agama mempelajari jiwa seseorang dan faktor-faktor penyebab yang mempengaruhinya terhadap keyakinan sebuah agama. Intinya adalah bahwa psikologi agama yakni ilmu yang mempelajari kejiwaan manusia dalam hubungannya dengan agama yang dianut. Agama dalam ilmu psikologi tidak hanya memfokuskan pada ajaran-ajaran yang sangat rinci, akan tetapi merupakan gugusan/kerangka kepercayaan yang dianut oleh manusia. Agama dalam psikologi agama tidak ditinjau dari normatifitas atau kebenaran/keabsahan suatu agamanya, melainkan hanya sebatas pengaruhnya terhadap kejiwaan penganutnya. Hubungan atau pengaruh agama tersebut dapat diamati dan diperhatikan pada kejiwaan manusia yang menggejala atau muncul pada dalam bentuk sikap, tindakan, berfikir, merasa atau sikap emosi.

            Selanjutnya sebagai disiplin ilmu yang otonom, psikologi agama mempunyai lokasi tersendiri dalam ruang lingkup penelitiannya. Psikologi agama yang dibahas dalam tulisan ini disini hanya meneliti bagaimana sikap batin seseorang terhadap keyakinannya kepada Tuhan atau Allah SWT, hari kemudian, dan masalah ghaib lainnya. Melainkan membahas juga bagaimana keyakinan tersebut mempengaruhi penghayatan batinnya, dan apa saja pengaruh terbesarnya dalam sikap manusia tersebut, sehingga menimbulkan berbagai perasaan seperti tenang, tenteram, pasrah dan sebagainya, yang mana semua itu dapat dilihat dalam sikap dan tingkah-lakunya. Lebih terperinci dan untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai batas-batas yang menjadi pendalaman penelitian psikologi agama, maka digunakanlah dua istilah yaitu kesadaran beragama (religious conciousness) dan pengalaman beragama (religious experience).Seperti disebutkan sebelumnya bahwa disiplin ilmu psikologi dapat dipergunakan untuk mendekati studi Islam, guna menyempurnakan penggunaan istilah psikologi agama dalam dunia pendidikan. Pendekatan Psikologi adalah pendekatan yang menggunakan cara pandang ilmu psikologi. Karena ilmu psikologi adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia, maka pendekatan psikologi hanya mengkaji tentang jiwa manusia.Ketika studi Islam didekati dengan pendekatan psikologis, maka yang menjadi objek dalam kajian tersebut adalah jiwa manusia yang dilihat dalam hubungannya dengan agama. Studi Islam yang didekati dengan pendekatan psikologis, selalu mengunakan teori-teori psikologi dan menghubungkannya dengan agama Islam.    

            Contoh studi islam dengan metode pendektan Psikologis yang penulis dapat dari salah satu jurnal, Tentang masalah perasaan seorang ahli tasawuf yang merasa bahwa Allah selalu dekat dengannya dan hadir dalam hatinya dan ia melalukan zikir secara terus menerus dan secara sadar. Masalah pokok dalam kajian ini adalah perasaan (dekat dengan Allah) manusia (ahli tasawuf) dan bagaimana perasaan tersebut muncul.[5]

E. Pendekatan Historis

            Sejarah atau yang biasa disebut historis adalah suatu ilmu yang didalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan besar,tepat,waktu,objek,latar belakang dan perilaku dari peristiwa tersebut.[6] Atau ilmu sejarah yang mengamati proses terjadinya perilaku itu menurut ilmu ini segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat  kapan peristiwa itu terjadi,di mana,apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut. Jadi pendekatan historis yang di maksud adalah meninjau suatu permasalahan dari sudut tinjauan sejarah,dan menjawab permasalahan serta menganalisis dengan menggunakan metode analisis sejarah. Sejarah atau historis adalah berhubungan dengan peristiwa peristiwa masa lalu,yang menyangkut kejadian atau keadaan yang sebenarnya. Sejarah memang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa masa lalu,yang menyangkut kejadian atau keadaan yang sebenarnya. Memahami pendekatan sejarah seseorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat empiris dan mendunia dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di dalam empiris dan historis.

            Pendekatan kesejarahan amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang konkrit bahkan terkaitan dengan kondisi sosial dan kemasyarakatan. Dalam hubungan ini Kuntowidioyo telah melakukan studi yang mendalan-r terhadap agama yang dalam hal ini Islam, menurut pendekatan sejarah. Ketika ia mempelajari al-Qur'an, ia sampai kepada suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya kandungan al-Qulan ituterbagi dari 2 (dua) bagian. Bagian pertama, berisi konsep-konsep dalam bagian kedua, berisi kisah-kisah dan perumpamaan. Dalam bagian pertama ini, kita mengenal banyak sekali konsep baik yang bersifat abstrak maupun konkrit, konsep tentang Allah, konsep tentang Malaikat, konsep tentang Akhirat, tentang ma'ruf dan munkar, dan sebagainya adalah konsep-konsep yang abstrak. Sementara itu ,uga dituniukkan konsep-konsep yang lebih menunjukkan kepada fenomena konkrit yang dapat diamati.

            (obsentable), misalnya tentang kons ep tentangfuqsra' (orang-orang fakir), dhu'afa (orang lemah), mustadl'afin (kelas tertindas), zhalimun (orang nranl), aghniyah (orang kaya), mustaqabirun (penguasa), mufasidun (koruptor-koruptor) dan lain sebagainya. Melalui pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini, maka seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya, karena pemahaman demikian itu akan menyesatkan orang yang memahaminya. Seseorang yang ingin memahami al-Qur'an secara benar misalnya,yang bersangkutan harus mempelajari seiarah turunnya al-Qur’an atau kejadian-kejadian yang mengiringi turunnya al-Qu1an yang selaniutnya disebut sebagai ilmu asbab al-Nuzul (ilmu tentang sebab-sebab turunnya ayat al-Qu/an) yang pada intinya berisi sejarah turun ayat-ayat al-Qur'an. Dengan ilmu asbabun nuzul ini seseorang akan dapat mengetahui hikmah yang terkandung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hukum tertentu, dan ditunjukkan untuk memelihara syari'at dari kekeliruan memahaminya.[7]

F. Pendekatan Antropologis

            Dalam melukiskan garis pemisah yang jelas antara antropologis dan sosiologis, karena keduanya merupakan macam ilmu yang terbagi bukan karena metode yang dipakai oelh para sarjana,melainkan metode yang dipakai oleh tradisi. Bagaimanapun, antropologi telah memusatkan perhatiannya kepada kenudayaan-kebudayaan primitif yang tidak bisa baca tulis tanpa teknik.

            Pendekatan antropologis pada dasarnya memahami agama melalui cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.[8] Melalui pendekatan ini agama nampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberi jawabannya. Dengan kata lain bahwa cara cara yang digunakan dalam disiplin ilmu antropologi dalam melihat suatu masalah digunakan pula untuk memakai agama.

            Antropologi dalam kaitan ini sebagaimana dikatakan oleh Dewan Raharjo,lebih mengutamakan pengamatan langsung bahkan sifatnya partisipatif. Dari sini timbul kesimpulan-kesimpulan yang sifatnya indukatif yang mengimbangi pendekatan induktif sebagaimana digunakan dalam pengamatan sosiologi. Penelitian antropologi yang indukatif dan grounded yaitu turun ke lapangan tampak berpijak pada atau setidak-tidaknya berupa membebaskan diri dari keterkurungan teori-teori format yang pada dasarnya sangat abstark sebagaimana yang dilakukan dalam bidang sosiologi dan lebih-lebih ekonomi yang mempergunakan model matematis,banyak juga memberikan sumber penelitian kepada historis.[9]

Dengan menggunakan pendekatan antropologis maka ditemukan beberapa wacana pemikiran yang ditemukan dalam masyarakat adalah:

1.      Kita melihat agama berkolerasi dengan etos kerja dan perkembangan ekonomi suatu masyarakat. Dalam hubungan ini,maka jika kita juga mengubah pandangan dan sifat ethos kerja seseorang maka dapat dilakukan dengan cara mengubah pandangan keagamaan.

2.      Kita dapat melihat agama dalam hubungan dengan mekanisme pengorganisasian (social organication) juga tidak kalah menarik untuk diketahui untuk para peneliti sosial agama.

3.      Kita dapat melihat hubungan antar agama dan negara (state and region)

4.      Kita melihat dan menemukan keterkaitan agama dengan psikoterapi.

G. Pendekatan Sosiologis

            Soeerjono Soekanto dalam bukunya “Sosiologi suatu pengantar” mengatakan atau mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang membatasi diri terhadap persoalan pemikiran. Sosiologi tidak menetapkan kearah mana sesuatu seharusnya berkembang dalam arti memberi petunjuk-petunjuk yang menyangkut kebijaksanaan kemasyarakatan dari proses kehidupan agama tersebut. Di dalam ilmu ini juga dibahas tentang proses-proses sosial bahwa pengetahuan perihal struktural msyarakat saja belum cukup untuk memperoleh gambaran yang nyata mengenai kehidupan bersama dari manusia.

            Selanjutnya sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memakai agama. Hal demikian dapat dimengerti,karena banyak bagian kajian agama yang baru dapat dipahami secara profesional dan tepat apabila menggunakan jasa bantuan dari ilmu sosiologi.

            Pentingnya pendekatan sosiologis dalam memakai Agama sebagai mana disebut diatas,dapat dipakai karena banyak sekali ajaran agama yang berkaitan dengan masalah sosial. Besar perhatian Agama terhadap masalah sosial selanjutnya mendorong agama memahami ilmu-ilmu sosial sebagai alat memakai agamanya. Dalam bukunya berjudul “Islam Alternatif” Jalaluddin Rahmat menunjukkan betapa besarnya keterkaitan Agama yang dalam hal ini islam terhadap masalah sosial dengan mengajukan beberapa permasalahan.

            Pertama ,dalam Al-Qur’an atau kitab kitab Hadist proposi terbesar kedua sumber hukum islam itu berkenaan dengan urusan muamalah. Menurut Ayatullah Khomeini, dalam bukunya al-Hukuma al-Islamiyyah yang dikutip Jalaluddin Rahmat di kemukakan bahwa perbandingan ayat-ayat ibadah dan ayat-ayat yang menyangkut kehidupan sosial adalah satu banding seratus (1:100). Untuk satu ayat ibadah, ada seratus ayat muamalat (masalah sosial)

            Kedua, alasan lain lebih ditekankannya muamalah (sosial)dalam Islam adalah adanya kenyataan bahwa bila urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang penting& maka ibadah boleh diperpendek atau ditangguhkan (tentu bukan ditinggalkan), melainkan dengan tetap dikerjakan sebagaimana mestinya. Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik Rasulullah SAW. berkata:"Aku sedang shalat dan aku ingin memanjangkannya, tetapi aku dengar tangisan bayi aku pendekkan shalatku, karena aku maklum akan kecemasan ibunya karena tangisan.[10]

H. Pendekatan Filosofis

            Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta kepada kebenaran, ilmu dan hikmah. Selain itu, filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.[11]

            Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, Poerwadarminta mengartikan filsafat sebagai pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas, hukum dan sebagainya terhadap segala yang ada di alam semesta ataupun mengenai kebenaran dan arti ”adanya” sesuatu.[12]

            melihat definisi yang diberikan oleh dua orang yang mula-mula mencintai kebijakan, Plato dan Aristoteles, kita dapat mulai melihat bagaimana kemungkinan-kemungkinan itu dapat dimengerti. Plato mendeskripsikan filsuf sebagai orang yang siap merasakan setiap bentuk pengetahuan, senang belajar dan tidak pernah puas. Aristoteles juga memberikan suatu defenisi filsafat sebagai “pengetahuan mengenai kebenaran”.

            Sedangkan Sextus Empiricius menyatakan bahwa filsafat adalah suatu aktivitas yang melindungi kehidupan yang bahagia melalui diskusi dan argumen. Maka unsur kunci yang menyusun “cinta pada kebijakan” adalah kemauan menjaga pikiran tetap terbuka, kesediaaan membaca secara luas, dan mempertimbangkan seluruh wilayah pemikiran dan memiliki perhatian pada kebenaran. Semua itu bagian dari suatu aktivitas atau proses dimana dialog, diskusi, dan mengemukakan ide dan argumen merupakan intinya.

            Dengan kata lain, “cinta pada kebijakan” ini adalah suatu komitmen, suatu kemauan mengikuti sesuatu atau alur pemikiran atau suatu ide sampai pada kesimpulan-kesimpulannya, namun setiap langkah proses itu selalu terbuka untuk ditentang selalu terbuka untuk dibuktikan salah. Kesimpulan-kesimpulan yang dicapai bersifat sementara dan tentatif.

            Pengertian filsafat yang umumnya digunakan adalah pendapat yang dikemukakan Sidi Gazalba. Menurutnya filsafat adalah berpikir secara mendalam, sistematik, radikal dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah atau hakikat mengenai segala sesuatu yang ada. Dengan demikian dapat diketahui bahwa filsafat pada intinya adalah upaya atau usaha untuk menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada dibalik objek formanya. Filsafat mencari sesuatu yang mendasar, asas, dan inti yang terdapat dibalik yang bersifat lahiriah.

            Kattsof mengatakan, bahwa kegiatan kefilsafatan ialah merenung, tetapi merenung bukanlah melamun, juga bukan berfikir secara kebetulan yang bersifat untung-untungan, melainkan dilakukan secara mendalam, radikal, sistematik dan universal. Mendalam artinya dilakukan sedemikian rupa hingga dicari sampai ke batas di mana akal tidak sanggup lagi. Radikal artinya sampai ke akar-akarnya hingga tidak ada lagi yang tersisa. Sistematik maksudnya adalah dilakukan secara teratur dengan menggunakan metode berpikir tertentu, dan universal maksudnya tidak dibatasi hanya pada suatu kepentingan kelompok tertentu, tetapi untuk seluruhnya.

            Sedangkan filsafat setelah memasuki ranah “agama” terjadi sedikit pergeseran makna dari yang disebutkan di atas. Misalnya, dalam kajian agama kristen Dalferd menyatakan bahwa tugas filsafat adalah melihat persoalan-persoalan yang melingkupi pengalaman manusia, faktor-faktor yang menyebabkan pengalaman manusia menjadi pengalaman religius, dan membahas bahasa yang digunakan umat beragama dalam membicarakan keyakinan mereka. Baginya, rasionalitas kerja reflektif agama dalam proses keimanan yang menuntut pemahaman itulah yang meniscayakan adanya hubungan antara agama dan filsafat.

            Dalam upaya agar agama terpahami baik upaya yang bersifat internal yakni upaya tradisi keagamaan mengeksplorasi watak dan makna keimanan maupun upaya eksternal yakni upaya menjelaskan dan mengartikulasikan makna itu bagi mereka yang tidak berada dalam tradisi, agama tidak dapat dipisahkan dari filsafat. Keterkaitan antara keduanya terfokus pada rasionalitas, kita dapat menyatakan bahwa suatu pendekatan filosofis terhadap agama adalah suatu proses rasional. Yang dimaksud “proses rasional” ini mencakup dua hal. Pertama, kita menunjukkan fakta bahwa akal memainkan peran fundamental dalam refleksi pengalaman dan keyakinan keagamaan dalam suatu tradisi keagamaan. Kedua, kita menunjukkan fakta bahwa dalam menguraikan keimanannya, tradisi keagamaan harus dapat menggunakan akal dalam memproduksi argumen-argumen logis dan dalam membuat klaim-klaim yang dapat dibenarkan.

            Sedangkan dalam kajian Islam berpikir filosofis tersebut selanjutnya dapat digunakan dalam memahami agama, dengan maksud agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan dipahami secara saksama. Pendekatan filosofis ini sebenarnya sudah banyak dilakukan sebelumnya, diantaranya Muhammad al Jurjawi yang menulis buku berjudul Hikmah Al Tasyri’ wa Falsafatuhu. Dalam buku tersebut Al Jurjawi berusaha mengungkapkan hikmah yang terdapat di balik ajaran-ajaran agama Islam, misalnya ajaran agama Islam mengajarkan agar melaksanakan sholat berjamaah dengan tujuan antara lain agar seseorang dapat merasakan hikmahnya hidup secara berdampingan dengan orang lain, dan lain sebagainya. Makna demikian dapat dijumpai melalui pendekatan yang bersifat filosofis.

            Dengan menggunakan pendekatan filosofis seseorang akan dapat memberi makna terhadap sesuatu yang dijumpainya, dan dapat pula menangkap hikmah dan ajaran yang terkandung di dalamnya. Dengan cara demikian ketika seseorang mengerjakan suatu amal ibadah tidak akan merasa kekeringan spiritual yang dapat menimbulkan kebosanan. Semakin mampu menggali makna filosofis dari suatu ajaran agama, maka semakin meningkat pula sikap, penghayatan, dan daya spiritualitas yang dimiliki seseorang.

            Melalui pendekatan filosofis ini, seseorang tidak akan terjebak pada pengamalan agama yang bersifat formalistik, yakni mengamalkan agama dengan susah payah tapi tidak memiliki makna apa-apa, kosong tanpa arti. Yang didapatkan dari pengamalan agama hanyalah pengakuan formalistik, misalnya sudah haji, sudah menunaikan rukun Islam kelima dan berhenti sampai disitu saja. Tidak dapat merasakan nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalamnya. Namun demikian pendekatan filosofis ini tidak berarti menafikan atau menyepelekan bentuk pengamalan agama yang bersifat formal. Filsafat mempelajari segi batin yang bersifat esoterik, sedangkan bentuk (forma) memfokuskan segi lahiriah yang bersifat eksoterik. Islam sebagai agama yang banyak menyuruh penganutnya mempergunakan akal pikiran sudah dapat dipastikan sangat memerlukan pendekatan filosofis dalam memahami ajaran agamanya.

            Dari pemaparan di atas penulis mencoba untuk merumuskan pengertian dari pendekatan filosofis. Menurut penulis pendekatan filosofis adalah cara pandang atau paradigma yang bertujuan untuk menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada di balik objek formanya. Dengan kata lain, pendekatan filosofis adalah upaya sadar yang dilakukan untuk menjelaskan apa dibalik sesuatu yang nampak.

I. Pendekatan Fenomenologis                     

            Pendekatan fenomeologis merupakan salah satu atau kajian dalam ajaran Islam yang sedang hangat diperbincangkan. Pendekatan ini dimanfaatkan atas fenomena atau sesuatu yang hadir dalam refleksi fenomenologis titik awal dalam mendapatkan fitur dan hakikat dari pengalaman yang terjadi. Lebih lanjut pendekatan ini memungkinkan terjadinya interpetrasi yang luas terhadap pemahaman realitas yang terjadi.

Fokus penekanannya adalah masalah subjektifitas atas penglihatan dan pemahaman realitas yang ada. Pendekatan  ini banyak digunakan dalam studi kualitatif, khususnya untuk menemukan pengalaman dan makna dari peristiwa yang ada.[13]

            pendekatan fenomenologi ini berhubungan dengan hal yang sedang digambarkan oleh seseorang dari apa yang dia pikir, kemudian nampak dalam realitas kesadaran serta dirasakan menjadi sebuah pengalaman dari seseorang.

            Terdapat istilah fenomenologi historis agama, yaitu penelitian secara sistematis yang mencoba mencari jawaban dari sejarah suatu agama. Penyelidikan ini ditugaskan untuk mengelompokkan atau mengklarifikasi beberapa data yang telah tersebar luas sehingga menjadi di satu pandangan yang utuh yang dapat diambil isi dan makna religius dari agama tertentu tersebut. Perilaku dan keyakinan keberagamaan seseorang kadangkala terlihat mirip antara agama satu dengan yang lain, sedangkan dalam tinjauan sejarah agama yang menjadi pembahasan adalah aspek kekhususan yang melekat dari agama tertentu. Sedangkan dalam kajian fenomenologi agama justru memperlihatkan perspektif yang sistematis dari gejala-gejala yang muncul dari suatu agama, hal ini bukan berarti bahwa fenomenologi mencoba untuk menyamaratakan ataupun memperbandingkan berbagai agama sebagai kesatuan-kesatuan yang besar tetapi justru akan menarik fakta dan gejala yang sama yang muncul dari agama yang berbeda-beda, kemudian dikumpulkan dan dipelajari secara berkelompok.[14]

 

 

 

 

BAB 3

PENUTUP

1.4 .Kesimpulan

            Pendekatan studi islam sebagai kajian islam sesungguhnya memiliki cakupan makna dan pengertian yang luas. Hal ini wajar adanya sebab sebuah istilah akan memiliki makna tergantung kepada mereka yang menafsirkanya. Pendekatan pada studi studi tersebut adalah cara untuk memahami tentang agama.

1.Teologis Pada umumnya pendekatan ini dilakukan dari dan oleh penganut suatu agama dalam usahanya menyelidiki agama lain. Oleh karena itu, pendekatan ini dapat pula disebut pendekatan atau metode tekstual, atau pendekatan kitab.

2. Yuridis adalah hukum,jadi yang diamksud dengan pendekatan yuridis adalah pemahaman agama islam secara hukum menurut islam. Hukum yang diapakai umat islam adalah berdasarkan Al-Qur’an dan Wahyu yang diturukan Allah kepada Nabi. Islam mengajarkan manusia untuk mentaati peraturan, sedangkan peraturan merupakan hukum itu sendiri.

3. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku yang merupakan manivestasi atau penjelmaan bahwa perilaku seseorang yang nampak lahiriyah terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya

4. Histori adalah meneliti sejarah perkembangan yang telah terjadi Atau ilmu sejarah yang mengamati proses terjadinya perilaku itu menurut ilmu ini segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat  kapan peristiwa itu terjadi,di mana,apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut.

5. Antropologis pada dasarnya memahami agama melalui cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.

6. Sosiologis dalam memakai Agama sebagai mana disebut diatas,dapat dipakai karena banyak sekali ajaran agama yang berkaitan dengan masalah sosial.

7. Berpikir filosofis tersebut selanjutnya dapat digunakan dalam memahami agama, dengan maksud agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan dipahami secara saksama.

8. fenomenologi ini berhubungan dengan hal yang sedang digambarkan oleh seseorang dari apa yang dia pikir, kemudian nampak dalam realitas kesadaran serta dirasakan menjadi sebuah pengalaman dari seseorang.

1.5 Kritik Dan Saran

            Mengingat dengan terbatasnya pemikiran dan pemahaman kami dalam pembutan makalah, maka kami meminta arahan agar bisa jauh lebih baik lagi untuk kedepannya. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi pembaca dan dapat di pahami pembahasannya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Anwar, Rosihan,dkk. Pengantar Studi Islam, Pustaka Setia,Bandung,2019

Nawawi,Ahmad, Pengantar Studi Islam (Perspektif Metodologi),Azzagrafika, Yogyakarta,2015

Yatimin Abdullah, Studi Islam Kontemporer, Jakarta:AMZAH,2006

Kamaruzzaman Bustam-Ahmad, Islam Historis, Yogyakarta:Galang Press,2002

Dhavamony, Mariasusai. 1995. Fenomenologi Agama. Yogyakarta: Kanisius

Abdullah, Taufik kata pengantar dalam Taufik Abdullah & Rusli Karim (ed.).2004. Metodologi Penelitian Agama: Suatu Pengantar. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Al-Syaibani, Oemar Mohammad AL-Tourmy, Filsafah Pendidikan Islam.(terj.)           Langgulung dari judul aslifalsafah al-tarbiyah al-islamiyah. Cet,1 Jakarta: Bulan Bintang 1979.

J.S Poerwadarminta.Kamus Umum Bahasa Indonesia. Cet, XII; Jakarta : Balai    Pustaka. 1991.

 

 

 

           

                       

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 



[1] https://kaffahku.com/pengertian-ruang-lingkup-tujuan-studi-islam/

[2] Prof.Dr.Rosihan Anwar M.Ag,dkk,Pengantar Studi Islam,Pustaka Setia,(Bandung 2019) Cet 1,h 112

[3] https://www.slideshare.net/jorgewaloeyo/berbagai-pendekatan-konteks-studi-islam

[4] Ahmad Nawawi,Pengantar Studi Islam(PERSPEKTIF METODOLOGI) Azzagrafika,Yogyakarta,2015,Cet 1,h 107

[5] Ejournal.stai-br.ac.id

[6] Taufik Abdullah dan M.Rusli karim,Metodeologi Penelitian Agama h 105

[7] Ahmad Nawawi,Pengantar Studi Islam (Persfektif Metodologi), Azzagrafika,Yogyakarta, 2015, Cet 1, h 104

[8] Abdullah Yatimin,Studi Islam Kontemporer,(Jakarta:AMZAH,2006)h.242

[9] Taufik Abdullah dan M.Rusli Karim “Metodologi Penelitian Agama”(Yogyakarta:Tiara Wacana,1988,h 19

[10] Ahmad Nawawi Pengantar Studi Islam (perspeftif metodologi), Azzagrafika,Yogyakarta 2015 Cet 1, h 100

[11] Oemar Mohammad AL-Toumy Al-Syaibani. Filsafah Pendidikan Islam. Langgulung dari judul aslifalsafah al-tarbiyah al-islamiyah. Cet Ed 1(Jakarta,Bulan Bintang.1979.h 25

[12] J.S Poerwadarminta.Kamus Umum Bahasa Indonesia. Cet XII,Jakarta,Balai Pustaka.1991.h.280.

[13] Kamaruzzaman Bustaman-Ahmad,Islam Historis,Yogyakarta:Galang Press,2002),h.8

[14]. Dhavamony,Mariasusai.1995.Fenomenologi Agama.Yogyakarta:KANISIUS

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH ISU-ISU KONTEMPORER DALAM STUDI ISLAM

makalah pengantar studi islam kelompok 1 -pendekatan studi islam-

MAKALAH PENGANTAR STUDI ISLAM Karakter Studi Islam (Studi Al-Qur’an, Hadits, Hukum Islam, dan Sejarah Islam)